Indonesia Butuh Kartu Pintar?

Demokrasi Impian Sang Pecundang



Dewasa ini INDONESIA dicap negara maju, predikat ini diterima Indonesia pada awal 2020. Saya pribadi menyebut ini kado sinis dari sang adikuasa dunia. Tapi, sekarang saya tidak akan membahas detail tentang mengapa Indonesia diberi predikat Negara Maju. 

Maju dalam arti kita tumbuh, tumbuh prekonomian, tumbuh ideology dan tumbuh keadilan. Sebagai bangsa yang berdiri dengan satu ideologi dan satu gagasn kita sepakat untuk menjadi Negara demokrasi yang kekausaan tertinggi berada di tangan rakyat yang menjadi asas berdirinya bangsa 17 agustu1945 ini. 

Ahh..sudahlah lantangan kata demokrasi itu hanya tumpukan sejarah buku. Kebebasan berpendapat cuma momok cerita dan kampanye di jagat media.

Hampir 30 tahun demokrasi pernah dibungkam. Masa orba merenggut itu dengan kejam dan otoriter. Orang bisa dipenjara bahkan lenyap saat dia menentang pemerintah dimuka umum. Dan katanya era 98 menutup masa itu. yahh cuma katanaya. Padahal pada era orbalah bapak pembangunan itu ada.

Benarkah dewasa ini Indonesia sudah dewasa?  Benarkah Indonesia negara demokrasi yang menjujung tinggi asas bebas mengemukakan pendapat dimuka umum? Bemarkah otoriter Negara sudah dirobohkan oleh para aktor 98 yang kini mereka juga mengambil sebagian besar jabatan di negeri ini?

Piuuhh ironi sekali para pahlawan muda itu kini seperti badut senayan yang dulu mereka robohkan.

Para badut itu kini bercerita dengan lantang dan pongah bahwa:

"Indonesia kini bagai peradaban barbar yang rakyatnya hilang empati, hilang kepercayaan, dan demokrasi kebablasan. Orang sudah saling hujat dan melawan kebijakan pemerintah. Maka dari itu kita harus perkuat negara agar tidak kalah oleh rakyat".

Kembali saya katakan ironi sekali. Para aktor penguling HM Suharto itu. Padahal dulu mereka berkata:
"saya ingin bebas berpendapat, saya ingin aman saat bersuara, saya ingin rakyat tau bahwa kekuasa tertinggi adalah Rakayat". 

Heyyy bung, bukankan mimpi Indonesia kini sudah tercapai oleh kalian? Indonesia yang kini berdemokrasi, bebas mengutarakan pendapat? Bukankah kalian pula yang menguasai gedung hijau itu dari era 98 sampai sekarang? Bukankah kalian pula yang banyak merevisi Undnag-undang? Mengapa, sekarang kalian ingin Negara tidak kalah sama rakyat mengapa kalian ingin Negara membungkam kembali rakyatnya? Kalian bangsat bangsa sesungguhnya.

Enak sekali, kini media tv tunduk sama kekuasaan, para jurnalis itu berjalan bagai mesin yang tak punya otak. Seolah menjadi trend dikancah politik, para partai besar itu menunggangi tv swasta dan nasional. You knowlah tvone punta siapa? Metrotv punya siapa, mnc juga juga punta siapa?
Silih berganti drama dimainkan hukum buta tuli  dan bisu. Jurnalis itu saling menyeramg bak para jaksa di meja hijau. 

Mereka setaip hari menghadirkan tamu elit untuk adu jontos berdebat kusir yang katanya mereka sedang memberikan yang terbaik buat bangsa, justru rakyat dipaksa untuk muak.
Menggeliat meronta rakyat membuat pembelaan memberi mosi tidak percaya malah dicap sebagai makar. Head to head di media sosial dibungkap lagi dan lagi. Ujaran kebencian dan UU ITE menjadi delik hukum pasal karet. Coba hitung berapa kasus akun sosial media yang di suspend, Berapa banyak yang harus meringkuk di penjara hanya karena ocehan twitter. 

Negara sudah mengadili emosi jiwa paling lucu mereka mau mengatur suara pemilu.

Apa bedanya ini dengan INDONESIA masa sebelum 98. ataukah Justru Indonesia jauh lebih mundur dari masa kolonial yang rakyatnya dipaksa untuk bodoh akan makna sebenarnya demokrasi.

Wajar kalo kartu Indonesia Pintar dikeluarkan, karena mereka menggangap rakyatnya bodoh dan harus diperbodoh.

Jakarta, 07/04/2020

0 Komentar