Antara Cepatnya Waktu Dan Lambatnya Kereta



Badrujaman, [Jakarta, 10 April 2020]

10- April 2020, Menghabiskan waktu dengan nelpon hampir sepanjang waktu dengan kekasihku. hari ini hari Jumat, tanggal merah, jalanan sepi dan hari pertama PSBB Ibu kota tempat ku tinggal sementara. Disela pembicaraan telpon kami sepakat untuk menulis moment yang takan mungkin bisa kami lupakan. ya benar, moment dimana kita pertama kali bertemu.

Jakarta 21 November 2019 hari itu aku pulang lebih awal dari tempat kerja. Sudah ku kantongi izin untuk pulang lebih awal karena malam ini perjalanan pertamaku naik kereta malam. Karena ini perjalanan pertama menggunakan kereta malam lintas jawa,  sedikit parno bagiku. Berangkat lebih awal dari jadwal itu lebih nyaman ketimbang harus tergesa-gesa diakhir waktu, terlebih untuk situasi dan tempat yang asing bagiku.

Aku berencana mengunjungi kota Surakarta selama tiga hari dua malam dan dua kali sembilan jam di perjalanan. Kerata malam Senja Utama Solo 116, dari stasiun Pasar Senen tujuan Solo Balapan akan selalu ku ingat. "Oh God, rencana berkunjung ke kota Surakarata yang sudah aku persiapkan lama ini akhirnya tercapai".

Stasiun senen penuh dengan penumpang, sesak dengan banyak bingkisan dan tumpukan kardus diikat rapia dan oleh-oleh khas perantau Ibu Kota seja pulang kampung halaman. Tweeeeng...!!! kertaku berangkat. Perasaan bercampur antara senang dan gugup tak menyangka terus menekan.

Perjalanan ini harus sukses tanpa hambatan disana ada seseorang yang menungguku.

Selewat stasiun purwakarta telah terlewati hanya sedikit bangunan yang kulihat. Udara dingin, senyap menusuk, dan hanya terdengar desingan rel kerta. Waktu berjalan lambat, posisi duduk berjalan mundur semuanya baru pertama aku rasakan.
Sesekali aku melihat Whatsapp barharap kekasihku terbangun dan bertanya "sayang sudah sampai mana?" Setidaknya itu bisa buatku melupakan waktu malam yang lambat ini.

Beberapa kali aku mengingat-ngingat tentang Teori Relativitas Khusus yang menjadi salah satu dari sekian banyak hasil pemikiran cemerlang Albert Einstein, yang selalu dikaitkan dengan kereta api. Saat itu aku berpikir, mungkin saja Einstein menemukan teori ini saat dia melakukan perjalanan jauh untuk menemui kekasihnya?. Hemmm semakin gabut saja otak ini seperti anak kecil yang menantikan hari perayaan kenaikan kelas esok pagi, mata tak bisa terpejam, pikiran melantung.

Cacap begadang, stasiun demi stasiun kulewati hingga kulihat terbitnya mentari dari kaca kereta. Argghh makin dekat makin tak siap aku bertemu dengannya.

Kami teman semasa SMA, tapi mungkin bisa dihitung berapa kali kami bertegur sapa pada masa itu. Hampir genap lima tahun sejak berakhirnya masa SMA, selama itu pula kami belum pernah bertemu. Wajar bila banyak hal yang aku khawatirkan terutama tentang kebeneran dia menerima aku sebagai kekasihnya.

Tiba di stasiun Jogja yang sangat fenomenal dan istimewa, dari sinilah antara cepatnya waktu dan lambatnya kereta yang ambigu aku rasa. Antara senang sebentar lagi sampai stasiun akhir dan berharap waktu ini berhenti sejenak. Gugup untuk aku bertemu dengannya, Aku belum bisa membayangkan apa dan bagaiana reaksinya saat kita pertama kali bertemu nanti. Canggungkah,  cemberutkah dan terlihat wajah penyesalankah yang nanti akan aku lihat?.

Kelakson terahir terdengar menandakan stasiun tujuan telah sampai. Aku memberitahu dia bahwa kerta kutelah sampai, dia bilang "sayang, Neuneu menunggu di depan". Aku duduk sejenak di kursi depan peron, kemudian aku chat dia dan memberitahu bahwa aku sudah di luar stasiun.

Maaf..... Sengaja aku membohonginya, berharap dia panik supaya dia tidak terlalu membuatku canggung dengan penyambutannya di pintu kedatangan.

Hela nafas dalam-dalam kemudian aku berjalan menuju pintu keluar. Satu-persatu perempuan yang didepan pintu kedatangan stasiun aku perhatikan. Berharap aku menemukannya lebih dulu daripada dia menemukanku. Hingga aku melihat perempuan yang berkerudung hitam yang terlihat sedang membalas pesan dan celingak-celinguk melihat kesebrang jalan stasiun. Dalam hati, "nah itu pasti kekasihku".

Ternyata benar aku menemukannya lebih dulu. Aku hampiri dia kemudian aku tegur "Sayang".. Dan tau apa yang terjadi selanjutnya..... Dia malah buat aku salting dan canggung buaaangett woiiii... Dia secara refleks mengambil tanganku dan memeluknya erat. Senyum riang, centil bak anak-anak  manja yang baru ketemu Ayah/Ibunya sepulang sekolah.

Tampak jelas aku melihat orang di sekitar sperti sedang melototi kami, mungkin bisa Aku tebak isi hati meraka. "dasar bucin". Kalimat itulah yang mungkin akan Aku katakan jika melihat muda-mudi yang histeris saat bertemu di pintu kedatangan stasiun.

Perasaan melayang bahkan aku lupa pada saat itu aku berjalan menggunakan kaki atau terbang pakai sayap. Aku mencoba mengalihkan diri dari tempat ramai pintu kedatangan menuju area parkiran. Tetap dan kami terus seperti itu, tangan kananku masih dia peluk erat. terpancar bahagia yang ku lihat dari matanya seolah menghiraukan apapun disekitarnya. Bahagia sekali aku hari itu, aku merasa bak seorang raja dan merasa paling ganteng sampai bidadaripun bergelayut di tanganku.

Keluar area satasiun, kita menyebrangi jalan untuk kemuadian menyebrangi lagi ketempat sebelumnya, hinga kita sadar apa yang kita lakukan ini sangat enggak jelas dan refleks.

Panasnya Solo Balapan di hari itu kami hiraukan. Dan hari itu pula aku mengerti betapa kasmaran cinta itu bisa memabukan, candu dan membuat hati bahagia tak ada duanya. Bahkan arti dari dunia serasa milik berdua itu begitu nyata kami rasakan.

Interpretasi pemikiran agung sastrawan  Harun Yahya itu mutlak bagiku bahwa, hidup dan nasib memang selalu terlihat kacau, misterius dan sporadis, namun setiap elemennya adalah subsitem keteraturan dari sebuah desain kholistik yang sempurna. Menerima kehidupan berarti menerima kenyataan bahwa tak ada hal sekecil apapun terjadi karena kebetulan. Ini fakta setelah aku lihat senyum dan kebahgian kekasihku hari itu. Aku yakin dan sangat yakin.

Hingga AC minimarket menenangkan kami, barulah kami bisa mengontrol diri dan sadar dari tadi kita ngapain ya bolak balik nyebrang jalan ketawa-ketawa dan lengket banget seperti jengkol muda haha..

Membeli cemilan, kemudian kami berteduh dibawah pohon beringin pangkalan ojek di persimpangan jalan  yang tidak jauh dari stasiun Balapan Solo. Bercerita tentang perasan pertama saat kita bertemu tadi didepan pintu kedatangan stasiun berulang kali aku tanyakan kepadanya. Yups benar sekali hari itu sangat nyaman setiap detiknya aku nikmati bahkan cemilan pocky-pocky itu mendadak sangat nikmat.


Keraton Surakarta


Aku ingat kehadirannya, tatapan matanya dan bahsa tubuhnya sangat membuatku yakin bahwa dia menerimaku dengan tulus. Sayang, aku tau ini tidak cukup, tapi aku akan mengatakannya, Makasih banget telah memilihku .... Titik dua bintaaaang :)

0 Komentar